Pages

Rabu, 24 Oktober 2012

PENDIDIKAN ISLAM & FAHAM INDIVIDUALISME

Oleh: Ahmad Munadi


Pendahuluan

Pendidikan merupakan solusi bagi masyarakat dalam membangun sebuah tatanan kehidupan yang ideal, namun pendidikan justru dihadapkan pada persoalan yang dilematis, yaitu, di satu sisi melakukan legitimasi atau melanggengkan system dan struktur social yang ada, serta melakukan perubahan terhadap system dan struktur sosial menuju tatanan kehidupan yang lebih etis dan egalitarian di sisi lainnya.
Persoalan tersebut menurut William F. O’Neil hanya bisa dijawab melalui pemilihan paradigma dan idiologi pendidikan yang mendasarinya  Dengan demikian, Pendidikan sesungguhnya bukan sesuatu yang bebas nilai, artinya pendidikan bukan sesuatu yang netral akan tetapi pasti ada  agenda ideology di dalamnya. Saat ini dunia pendidikan masih didominasi aliran liberal, yaitu suatu pandangan yang menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan, serta mengidentifikasi problem dan upaya perubahan social secara instrumental demi menjaga stabilitas jagka panjang. Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar dari cita-cita Barat tentang individualism.

Individualisme merupakan suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu yang lebih penting daripada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan. Masyarakat harus melayani kepentingan individu. Individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum. 

Berdasarkan analisis tersebut, maka faham liberal dan faham individualism sesungguhnya memiliki gagasan yang sama dalam upaya membuka keran kebebasaan seluas-luasnya. Seseorang individualis tidak terikat kepada tatanan moral yang dipraktekan oleh masyarakat dan individualis adalah bebas untuk mementingkan diri sendiri. Dengan demikian faham individualism telah memangkas peran yang dimainkan masyarakat dalam kehidupan social, sehingga terjadi semacam dikotomi antar peran manusia sebagai masyarakat dan peran manusia sebagai individu.

Sementara itu, Islam (pendidikan Islam) memandang bahwa individu dan masyarakat ibarat dua mata logam yang tidak bisa dipisahkan. Tidak ada individu yang hidup tanpa masyarakat dan tidak diragukan lagi bahwa agenda utama Al Quran adalah menegakan sebuah tata masyarakat yang adil berdasarkan etika, dan dapat bertahan di muka bumi ini.  Prinsip-prinsip ini harus dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan sistem pendidikan Islam. Masyarakat merupakan lapangan pergaulan antara sesama manusia. pada kenyataannya masyarakat juga dinilai ikut memberi pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan dan perilaku manusia yang menjadi anggota masyarakat tersebut.
Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka permasalahan yang akan di uraikan dalam tulisan ini akan dibatasi pada tiga persoalan yaitu:
1.    Pendidikan Islam
2.    Identifikasi faham Individualisme dalam dunia pendidikan
3.    Paham Individualisme dalam Perspektif Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dan Faham Individualisme

Sebelum lebih jauh berbicara tentang pengaruh serta pandangan pendidikan Islam terhadap faham Individualisme, baik kiranya disini jika penulis menguraikan kembali konsep pendidikan Islam. Para ahli memberikan rumusan yang bervariasi terkait definisi pendidikan Islam. Pendidikan Islam sebagaimana yang dikemukakan Arifin merupakan system pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. 

Rumusan yang dikemukakan Arifin tersebut nampaknya didukung oleh Achmadi, namun dengan lebih spesifik Achmadi mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.   Lebih lanjut Achmadi mengatakan bahwa konsep insan kamil  dapat diformulasikan sebagai pribadi muslim yang beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasikan dalam relasi dengan Tuhan, manusia, dan alam secara positif dan konstruktif.

Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa pendidikan islam berorientasi untuk membumikan nilai-nilai islam yang terwujud dalam konsep insan kamil. Terkait persoalan ini, Zuhairini merumuskan lima tujuan asasi pendidikan Islam yaitu: 1) untuk membantu pembentukan akhlaq yang mulia; 2) persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat; 3) menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada pelajaran dan menumbuhkan curiosity untuk mengkaji ilmu; 4) menyiapkan pelajar dari segi professional, teknis dan perusahaan supaya dapat menguasai profesi tertentu; dan 5) persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi pemanfaatan. Narasi tersebut cukup memberikan gambaran konsep dan agenda pendidikan islam, dan uraian selanjutnya dalam tulisan ini akan diarahkan untuk mengidentifikasi faham individualism dalam dunia pendidikan pada umumnya.

Sebelum mengidentifikasi faham individualism dalam dunia pendidikan, tulisan ini akan diarahkan terlebih dahulu untuk mencermati definisi faham individualism. Individualisme merupakan satu falsafah yang mempunyai pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggungjawab dan kebebasan sendiri. Seorang individualis akan melanjutkan percapaian dan kehendak peribadi. Mereka menentang campur tangan  dari masyarakat, negara dan badan atau kelompok di atas kepentingan peribadi mereka.
 
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk molekul-molekul. Oleh karena itu hubungan ini bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat. Pandangan individualistis yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.

Oleh karena itu, individualisme menentang segala pendapat yang memposisikan kelompok sebagai yang lebih penting dari individu. Falsafah ini juga kurang senang dengan segala standard moral yang bagi seseorang karena peraturan-peraturan itu menghalangi kebebasan seseorang. Seseorang individualis tidak terikat kepada tata moral yang dimplementasikan oleh masyarakat dan individualis bebas untuk mementingkan diri sendiri, hidup dengan altruisme atau sesuai dengan pola hidup yang mereka sukai.

Harus diakui, paradigm pendidikan bukanlah sesuatu yang netral dan bebas nilai, sebab pendidikan tidak akan pernah lepas dari agenda ideology yang menjadi tolak pijaknya. Pendidiakan di era kolonialisme misalnya lebih ditekankan pada pengembangan intelektual, demi eksistensi kaum penjajah. Tentu hal yang berbeda dilakukan oleh pendidikan islam pada era yang sama, di mana pendidikan islam (pondok pesantren) lebih menekankan pada pengembangan rohani (ilmu keagamaan) dan bersikap skeptis dan anti terhadap paradigm sekuler. Dengan demikian, maka jelas pendidikan tidak akan pernah bebas dari agenda ideology maupun faham-faham, serta aliran-aliran tertentu.

Dalam dunia pendidikan, Henry Giroux dan Aronowtz mengklasifikasikan paradigm pendidikan pada tiga kelompok, yaitu paradigm konservatif, liberal dan kritis. Golongan konservatif berpandangan bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hokum yang tidak bisa dihindari, oleh karena itu pendidikan tidak perlu memperjuangkan perubahan social. Sementara itu, kaum liberal berpandangan bahwa permasalahan dalam masyarakat tersebut (konservatif) memang ada, akan tetapi pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan politik maupun ekonomi masyarakat. Tradisi individualism dan pengutamaan terhadap prestasi, keunggulan akademik adalah ciri-ciri mereka. Selanjutnya paradigm kritis berpandangan bahwa pendidikan harus menciptakan sikap kritis terhadap system yang dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan tertindas untuk menciptakan system social baru yang lebih adil. 

Jika dianalisa lebih mendalam, dapat ditegaskan bahwa paradigm liberal inilah yang mendominasi pemikiran pendidikan baik formal maupun non formal dan paradigm ini bersumber dari cita-cita Barat tentang individualism, sehingga penulis berpandangan bahwa paradigm liberal memiliki agenda yang sama dengan faham individualism. Dengan demikian, maka jika diidentifikasi lebih jauh, maka praktek pendidikan termasuk juga pendidikan di Indonesia menganut faham individualism, hal ini misalnya dapat dilihat dari fenomena banyaknya sekolah unggulan yang bertaraf Internasional yang menekankan pada prestasi, kompetisi antar siswa, perangkingan untuk menentukan siswa yang baik, pendekatan “andragogy” seperti dalam training manajemen, kewiraswastaan dan beberapa model pelatihan lainnya.

Faham individualism sebagaimana yang dikemukakan di atas mengagendakan bahwa individu memiliki posisi sentral jauh di atas peran masyarakat, sehingga posisi ini “mengkebiri” peran masyarakat. Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup dari lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia. Masyarakat hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan saja berkumpul pada suatu tempat seperti butir-butir pasir, tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang yang kebetulan tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan, sehingga masing-masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk hidup bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh kebutuhan masing-masing individu.

Sementara itu Islam – sebagai ideology pendidikan Islam – memandang bahwa individu dan masyarakat tidak bisa dipisahkan,  karena Islam mengagendakan konsep pembangunan masyarakat yang adil, hal ini misalnya dapat dilihat pada konsep “taqwa”, di mana konsep ini memiliki arti yang sangat signifikan dalam konteks social dan bahkan berbuat aniaya terhadap diri sendiri (zulm anfs) yang akhirnya menghancurkan individu dan masyarakat sesungguhnya juga menghancurkan hak untuk hidup dalam pengertian social-historis.  Dengan kalimat sederhana dapat dikatakan bahwa individu dan masyarakat memiliki peran yang sama dan tidak ada disfungsi antara individu dan masyarakat.

Dengan demikian pendidikan Islam justru menjadikan masyarakat sebagai bagian yang esensial dalam pencapaian tujuan pendidikan. Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup, cita-cita bangsa, sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan akan mewarnai keadaan masyarakat tersebut. Pendidikan masyarakat menjadi usaha sadar yang juga memberikan kemungkinan perkembangan sosial, kultural keagamaan, untuk bertaqarrub kepada Allah SWT -  sebagai tujuan tertinggi pendidikan Islam - keterampilan, keahlian (profesi) yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya dan masyarakat.
Secara konkret pendidikan kemasyarakatan dapat memberikan:
a.    Kemampuan profesional untuk mengembangkan karier melalui kursus penyegaran, penataran, lokakarya, seminar, konferensi ilmiah dan sebagainya.
b.    Kemampuan teknis akademika dalam suatu sistem pendidikan nasional seperti sekolah terbuka, kursus tertulis, pendidikan melalui radio dan televisi.
c.    Kemampuan mengembangkan kehidupam beragama melalui pesantren, pengajian, pendidik agama di surau atau langgar atau sekolah, biara atau sekolah minggu dan sebagainya.
d.    Kemampuan mengembangkan kehidupan sosial budaya melalui bengkel seni, teater, olahraga, seni bela diri.
e.    Keahlian dan keterampilan melalui sistem magang untuk menjadi ahli bangunan dan sebagainya.

Jika ditelusuri kembali beberapa ciri paradigm pendidikan dalam faham individualism, maka system pendidikan islam sebagaimana yang diimplementasikan saat ini sesungguhnya juga menggiring pendidikan Islam menuju faham individualism, tidak terkecuali system pendidikan di Pondok Pesantren yang saat ini banyak menganut system pendidikan liberal, walaupun ada juga sebagaian pondok pesantren yang tetap eksis menggunakan konsep tradisional. Namun demikian, faham individualism yang berkembangbiak dalam dunia pendidikan saat ini – yang dinilai tidak sesuai dengan konsep Islam – pada dasarnya perlu juga dijadikan sebagai referensi untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dalam pendidikan Islam, misalnya paradigm pendidikan faham individualism dalam membangun sikap kompetitif antar peserta didik, melakukan klasifikasi terhadap peserta didik yang berprestasi dan sebagainya
 
Penutup
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka sebagai penutup tulisan ini penulis kemukakan beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai gambaran tentang paradigm pendidikan Islam kaitannya dengan faham individualism:
1.    Pendidikan Islam merupakan usaha dalam mengembangkan fitrah atau potensi manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).
2.    Faham individualism memiliki keterkaitan yang erat dengan paradigm pendidikan liberal yang menekankan prestasi dan kompetisi antar siswa dan ini bisa dilihat dari fenomena banyaknya sekolah unggulan yang bertaraf Internasional yang menekankan pada prestasi, kompetisi antar siswa, perangkingan untuk menentukan siswa yang baik dan sebagainya.
3.    Islam (baca: pendidikan) memiliki pandangan yang berbeda dengan faham individualism. Islam memandang bahwa individu dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan termasuk dalam hal perannya dalam kehidupan manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Fazlur Rahman, Tema Pokok Al Quran, Bandung: Pustaka, 1980

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003

Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008

Zuhairini dkk, Filsafat Penndidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004

Munawar Sholeh, Cita-cita Realita Pendidikan Pemikiran dan Aksi Ppendidikan di Indonesia, Depok: EPE, 2007

Welliam F. O’Niel, Ideologi-ideologi Pendidikan, 2008

M. Quraish Shihab, Wawasan al Quran, Bandung: Mizan, 1994

http://ms.wikipedia.org/wiki/Individualisme

http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_15.html
http://www.masbied.com/2011/02/27/masyarakat-dan-pola-hidup-masyarakat/#more-226

Tidak ada komentar:

Posting Komentar