PENDIDIKAN ISLAM & FAHAM INDIVIDUALISME
Oleh: Ahmad Munadi
Pendahuluan
Pendidikan merupakan solusi bagi
masyarakat dalam membangun sebuah tatanan kehidupan yang ideal, namun
pendidikan justru dihadapkan pada persoalan yang dilematis, yaitu, di
satu sisi melakukan legitimasi atau melanggengkan system dan struktur
social yang ada, serta melakukan perubahan terhadap system dan struktur
sosial menuju tatanan kehidupan yang lebih etis dan egalitarian di sisi
lainnya.
Persoalan tersebut menurut William F. O’Neil hanya bisa
dijawab melalui pemilihan paradigma dan idiologi pendidikan yang
mendasarinya Dengan demikian, Pendidikan sesungguhnya bukan sesuatu
yang bebas nilai, artinya pendidikan bukan sesuatu yang netral akan
tetapi pasti ada agenda ideology di dalamnya. Saat ini dunia pendidikan
masih didominasi aliran liberal, yaitu suatu pandangan yang menekankan
pengembangan kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan, serta
mengidentifikasi problem dan upaya perubahan social secara instrumental
demi menjaga stabilitas jagka panjang. Konsep pendidikan dalam tradisi
liberal berakar dari cita-cita Barat tentang individualism.
Individualisme merupakan suatu paham yang menyatakan bahwa dalam
kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu yang lebih
penting daripada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu yang
menentukan corak masyarakat yang dinginkan. Masyarakat harus melayani
kepentingan individu. Individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak boleh
dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Berdasarkan analisis tersebut, maka faham liberal dan faham
individualism sesungguhnya memiliki gagasan yang sama dalam upaya
membuka keran kebebasaan seluas-luasnya. Seseorang individualis tidak
terikat kepada tatanan moral yang dipraktekan oleh masyarakat dan
individualis adalah bebas untuk mementingkan diri sendiri. Dengan
demikian faham individualism telah memangkas peran yang dimainkan
masyarakat dalam kehidupan social, sehingga terjadi semacam dikotomi
antar peran manusia sebagai masyarakat dan peran manusia sebagai
individu.
Sementara itu, Islam (pendidikan Islam) memandang bahwa individu dan
masyarakat ibarat dua mata logam yang tidak bisa dipisahkan. Tidak ada
individu yang hidup tanpa masyarakat dan tidak diragukan lagi bahwa
agenda utama Al Quran adalah menegakan sebuah tata masyarakat yang adil
berdasarkan etika, dan dapat bertahan di muka bumi ini. Prinsip-prinsip
ini harus dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan sistem
pendidikan Islam. Masyarakat merupakan lapangan pergaulan antara sesama
manusia. pada kenyataannya masyarakat juga dinilai ikut memberi pengaruh
terhadap berbagai aspek kehidupan dan perilaku manusia yang menjadi
anggota masyarakat tersebut.
Berdasarkan analisis tersebut di atas,
maka permasalahan yang akan di uraikan dalam tulisan ini akan dibatasi
pada tiga persoalan yaitu:
1. Pendidikan Islam
2. Identifikasi faham Individualisme dalam dunia pendidikan
3. Paham Individualisme dalam Perspektif Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dan Faham Individualisme
Sebelum
lebih jauh berbicara tentang pengaruh serta pandangan pendidikan Islam
terhadap faham Individualisme, baik kiranya disini jika penulis
menguraikan kembali konsep pendidikan Islam. Para ahli memberikan
rumusan yang bervariasi terkait definisi pendidikan Islam. Pendidikan
Islam sebagaimana yang dikemukakan Arifin merupakan system pendidikan
yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai islam yang telah menjiwai dan
mewarnai corak kepribadiannya.
Rumusan yang dikemukakan Arifin tersebut nampaknya didukung oleh
Achmadi, namun dengan lebih spesifik Achmadi mengemukakan bahwa
Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan
fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma
Islam. Lebih lanjut Achmadi mengatakan bahwa konsep insan kamil dapat
diformulasikan sebagai pribadi muslim yang beriman dan bertaqwa serta
memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasikan dalam relasi dengan
Tuhan, manusia, dan alam secara positif dan konstruktif.
Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa pendidikan
islam berorientasi untuk membumikan nilai-nilai islam yang terwujud
dalam konsep insan kamil. Terkait persoalan ini, Zuhairini merumuskan
lima tujuan asasi pendidikan Islam yaitu: 1) untuk membantu pembentukan
akhlaq yang mulia; 2) persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan
akhirat; 3) menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada pelajaran
dan menumbuhkan curiosity untuk mengkaji ilmu; 4) menyiapkan pelajar
dari segi professional, teknis dan perusahaan supaya dapat menguasai
profesi tertentu; dan 5) persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan
segi pemanfaatan. Narasi tersebut cukup memberikan gambaran konsep dan
agenda pendidikan islam, dan uraian selanjutnya dalam tulisan ini akan
diarahkan untuk mengidentifikasi faham individualism dalam dunia
pendidikan pada umumnya.
Sebelum mengidentifikasi faham
individualism dalam dunia pendidikan, tulisan ini akan diarahkan
terlebih dahulu untuk mencermati definisi faham individualism.
Individualisme merupakan satu falsafah yang mempunyai pandangan moral,
politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta
kepentingan bertanggungjawab dan kebebasan sendiri. Seorang individualis
akan melanjutkan percapaian dan kehendak peribadi. Mereka menentang
campur tangan dari masyarakat, negara dan badan atau kelompok di atas
kepentingan peribadi mereka.
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat
bahwa hubungan antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang
membentuk molekul-molekul. Oleh karena itu hubungan ini bersifat
lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi keaneka ragaman yang
penting dalam masyarakat. Pandangan individualistis yang otomistis ini
berakar pada nominalisme suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa
konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari sesuatu hal. Yang
menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena
individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada.
Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.
Oleh karena itu, individualisme menentang segala pendapat yang
memposisikan kelompok sebagai yang lebih penting dari individu. Falsafah
ini juga kurang senang dengan segala standard moral yang bagi seseorang
karena peraturan-peraturan itu menghalangi kebebasan seseorang.
Seseorang individualis tidak terikat kepada tata moral yang
dimplementasikan oleh masyarakat dan individualis bebas untuk
mementingkan diri sendiri, hidup dengan altruisme atau sesuai dengan
pola hidup yang mereka sukai.
Harus diakui, paradigm pendidikan bukanlah sesuatu yang netral dan
bebas nilai, sebab pendidikan tidak akan pernah lepas dari agenda
ideology yang menjadi tolak pijaknya. Pendidiakan di era kolonialisme
misalnya lebih ditekankan pada pengembangan intelektual, demi eksistensi
kaum penjajah. Tentu hal yang berbeda dilakukan oleh pendidikan islam
pada era yang sama, di mana pendidikan islam (pondok pesantren) lebih
menekankan pada pengembangan rohani (ilmu keagamaan) dan bersikap
skeptis dan anti terhadap paradigm sekuler. Dengan demikian, maka jelas
pendidikan tidak akan pernah bebas dari agenda ideology maupun
faham-faham, serta aliran-aliran tertentu.
Dalam dunia pendidikan, Henry Giroux dan Aronowtz mengklasifikasikan
paradigm pendidikan pada tiga kelompok, yaitu paradigm konservatif,
liberal dan kritis. Golongan konservatif berpandangan bahwa
ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hokum yang tidak bisa
dihindari, oleh karena itu pendidikan tidak perlu memperjuangkan
perubahan social. Sementara itu, kaum liberal berpandangan bahwa
permasalahan dalam masyarakat tersebut (konservatif) memang ada, akan
tetapi pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan politik maupun
ekonomi masyarakat. Tradisi individualism dan pengutamaan terhadap
prestasi, keunggulan akademik adalah ciri-ciri mereka. Selanjutnya
paradigm kritis berpandangan bahwa pendidikan harus menciptakan sikap
kritis terhadap system yang dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat
kecil dan tertindas untuk menciptakan system social baru yang lebih
adil.
Jika dianalisa lebih mendalam, dapat ditegaskan bahwa paradigm
liberal inilah yang mendominasi pemikiran pendidikan baik formal maupun
non formal dan paradigm ini bersumber dari cita-cita Barat tentang
individualism, sehingga penulis berpandangan bahwa paradigm liberal
memiliki agenda yang sama dengan faham individualism. Dengan demikian,
maka jika diidentifikasi lebih jauh, maka praktek pendidikan termasuk
juga pendidikan di Indonesia menganut faham individualism, hal ini
misalnya dapat dilihat dari fenomena banyaknya sekolah unggulan yang
bertaraf Internasional yang menekankan pada prestasi, kompetisi antar
siswa, perangkingan untuk menentukan siswa yang baik, pendekatan
“andragogy” seperti dalam training manajemen, kewiraswastaan dan
beberapa model pelatihan lainnya.
Faham individualism
sebagaimana yang dikemukakan di atas mengagendakan bahwa individu
memiliki posisi sentral jauh di atas peran masyarakat, sehingga posisi
ini “mengkebiri” peran masyarakat. Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup
pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup
dari lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia. Masyarakat
hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan
saja berkumpul pada suatu tempat seperti butir-butir pasir, tidak ada
hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang
yang kebetulan tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan
disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan, sehingga masing-masing individu
itu mengadakan kontrak sosial untuk hidup bersama. Bentuk kerja sama
dalam hidup bersama itu dibatasi oleh kebutuhan masing-masing individu.
Sementara itu Islam – sebagai ideology pendidikan Islam – memandang
bahwa individu dan masyarakat tidak bisa dipisahkan, karena Islam
mengagendakan konsep pembangunan masyarakat yang adil, hal ini misalnya
dapat dilihat pada konsep “taqwa”, di mana konsep ini memiliki arti yang
sangat signifikan dalam konteks social dan bahkan berbuat aniaya
terhadap diri sendiri (zulm anfs) yang akhirnya menghancurkan individu
dan masyarakat sesungguhnya juga menghancurkan hak untuk hidup dalam
pengertian social-historis. Dengan kalimat sederhana dapat dikatakan
bahwa individu dan masyarakat memiliki peran yang sama dan tidak ada
disfungsi antara individu dan masyarakat.
Dengan demikian pendidikan Islam justru menjadikan masyarakat
sebagai bagian yang esensial dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar
pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pandangan hidup,
cita-cita bangsa, sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan akan
mewarnai keadaan masyarakat tersebut. Pendidikan masyarakat menjadi
usaha sadar yang juga memberikan kemungkinan perkembangan sosial,
kultural keagamaan, untuk bertaqarrub kepada Allah SWT - sebagai tujuan
tertinggi pendidikan Islam - keterampilan, keahlian (profesi) yang
dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya dan masyarakat.
Secara konkret pendidikan kemasyarakatan dapat memberikan:
a.
Kemampuan profesional untuk mengembangkan karier melalui kursus
penyegaran, penataran, lokakarya, seminar, konferensi ilmiah dan
sebagainya.
b. Kemampuan teknis akademika dalam suatu sistem
pendidikan nasional seperti sekolah terbuka, kursus tertulis, pendidikan
melalui radio dan televisi.
c. Kemampuan mengembangkan kehidupam
beragama melalui pesantren, pengajian, pendidik agama di surau atau
langgar atau sekolah, biara atau sekolah minggu dan sebagainya.
d. Kemampuan mengembangkan kehidupan sosial budaya melalui bengkel seni, teater, olahraga, seni bela diri.
e. Keahlian dan keterampilan melalui sistem magang untuk menjadi ahli bangunan dan sebagainya.
Jika ditelusuri kembali beberapa ciri paradigm pendidikan dalam
faham individualism, maka system pendidikan islam sebagaimana yang
diimplementasikan saat ini sesungguhnya juga menggiring pendidikan Islam
menuju faham individualism, tidak terkecuali system pendidikan di
Pondok Pesantren yang saat ini banyak menganut system pendidikan
liberal, walaupun ada juga sebagaian pondok pesantren yang tetap eksis
menggunakan konsep tradisional. Namun demikian, faham individualism yang
berkembangbiak dalam dunia pendidikan saat ini – yang dinilai tidak
sesuai dengan konsep Islam – pada dasarnya perlu juga dijadikan sebagai
referensi untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dalam
pendidikan Islam, misalnya paradigm pendidikan faham individualism dalam
membangun sikap kompetitif antar peserta didik, melakukan klasifikasi
terhadap peserta didik yang berprestasi dan sebagainya
Penutup
Berdasarkan
uraian-uraian tersebut di atas, maka sebagai penutup tulisan ini
penulis kemukakan beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai
gambaran tentang paradigm pendidikan Islam kaitannya dengan faham
individualism:
1. Pendidikan Islam merupakan usaha dalam
mengembangkan fitrah atau potensi manusia menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil).
2. Faham individualism memiliki
keterkaitan yang erat dengan paradigm pendidikan liberal yang menekankan
prestasi dan kompetisi antar siswa dan ini bisa dilihat dari fenomena
banyaknya sekolah unggulan yang bertaraf Internasional yang menekankan
pada prestasi, kompetisi antar siswa, perangkingan untuk menentukan
siswa yang baik dan sebagainya.
3. Islam (baca: pendidikan)
memiliki pandangan yang berbeda dengan faham individualism. Islam
memandang bahwa individu dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak
bisa dipisahkan termasuk dalam hal perannya dalam kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al Quran, Bandung: Pustaka, 1980
H.M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003
Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Zuhairini dkk, Filsafat Penndidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004
Munawar Sholeh, Cita-cita Realita Pendidikan Pemikiran dan Aksi Ppendidikan di Indonesia, Depok: EPE, 2007
Welliam F. O’Niel, Ideologi-ideologi Pendidikan, 2008
M. Quraish Shihab, Wawasan al Quran, Bandung: Mizan, 1994
http://ms.wikipedia.org/wiki/Individualisme
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_15.html
http://www.masbied.com/2011/02/27/masyarakat-dan-pola-hidup-masyarakat/#more-226
Rabu, 24 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar