Pages

Kamis, 25 Oktober 2012

ISLAM DAN SAINS
( Kajian terhadap pemikiran Pervez Hoodbhoy dan Osman Bakar )
Oleh:
Ahmad Munadi



Pendahuluan

Al-Quran memperkenalkan dirinya sebagai Tibyânan li kulli syai’ wa hudan wa busyro lil muslimîn, yang akan memberikan solusi terhadap segala persoalan manusia, karena itulah kemudian manusia berkewajiban untuk memahami petunjuk-petunjuk ( baca: al Quran ) tersebut.

Karakteristik yang membedakan Islam dengan lainnya adalah bahwa Islam memberikan perhatian yang besar terhadap ilmu (sains). Al Quran menyeru kaum muslim untuk mencari dan memperoleh ilmu serta akan memberikan posisi yang tinggi bagi mereka yang memiliki pengetahuan (lihat: QS. al Mujadalah), dengan demikian tidak ada distorsi antara islam dan sains. Dalam islam, segala sesuatu berpusat pada kesatuan Tuhan (tauhid) dan sains merupakan media efektif yang akan menambah wawasan manusia akan eksistensi Tuhan. (Ghulsyani, 1996)

Korelasi al Quran dengan sains pada dasarnya menimbulkan debatable di kalangan pemikir islam, Imam Ghazali misalnya mengatakan bahwa al Quran mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan, namun tidak demikian dengan Imam Syatibi yang mengatakan bahwa sahabat tentu lebih mengetahui kandungan al Quran, akan tetapi tidak ada seorang sahabatpun yang menyimpulkan bahwa al Quran mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan. (Shihab, 2003)

Terlepas dari persoalan tersebut di atas, timbul pertanyaan adakah sains islam? Jika ada, bagaimana konstruksi metodologi sains islam tersebut? Dalam hal ini banyak kalangan menyimpulkan bahwa sains itu hanya untuk sains, artinya sains itu  netral – tidak ada sains islam, sains kristen, sains Hindu, sains Budha dan seterusnya - yang ditebengi oleh idiologi-idiologi tertentu, sehingga sains islam hanyalah “hayalan” belaka, yang bertujuan untuk melakukan “tebengisasi” islam dan sains dengan melakukan justifikasi sains dengan dalil-dalil idiologi. Inilah yang kemudian menjadi kecurigaan para ilmuan sementara ini.

Namun tentu saja naif kiranya jika kesimpulan tersebut di atas diamini begitu saja tanpa melakukan analisis yang lebih mendalam. Oleh karena itu, melalui tulisan ini akan dipaparkan sekilas persoalan tersebut dengan melakukan kajian terhadap 2 referensi yang bersebrangan yaitu Ikhtiar Menegakan Rasionalitas antara Sains dan Ortodoksi Islam karya Pervez Hoodbhoy dengan sebuah karya dari Osman Bakar yang berjudul Tauhid  dan Sains.

Pemikiran Pervez Hoodbhoy dan Osman Bakar: Sebuah Analisis 

Dalam bukunya Ikhtiar Menegakan Rasionalitas Antara Sains dan Ortodoksi Islam, Hoodbhoy memberikan gambaran terkait memprihatinkannya kondisi sains di dalam dunia islam. Hoodbhoy menuduh ortodoksi agama dan sikap intoleransi menjadi faktor utama penyebab musnahnya lembaga pengetahuan islam yang pernah jaya. Sehingga dengan begitu mudah juga melenyapkan budaya ilmiah di dunia islam. Hoodbhoy mengatakan bahwa saat ini umat islam terjebak dalam kebekuan abad pertengahan, menolak yang baru dan dengan frustasi terus bergantung pada kejayaan masa silam. (Hoodbhoy, h. 23)

Lebih lanjut Hoodbhoy (Hoodbhoy, h. 24) mengatakan bahwa sekitar 700 tahun lalu, peradaban islam hampir sepenuhnya telah kehilangan keinginan dan kemampuan  untuk memajukan sains walaupun banyak usaha-usaha yang pernah dilakukan pada periode Utsmani di Turki dan Mohammad Ali di Mesir, namun semua itu tidak mampu memulihkan kejayaan masa silam, bahkan sebagian kaum muslim tidak merasakan penyesalan terhadap kondisi ini justru mensyukurinya karena menurut mereka menjaga jarak dengan sains akan dapat memelihara islam dari pengaruh sekuler. 

Perkembangan ilmiah dan ideologi ( islam ) memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, keabsahan kebenaran ilmiah ditentukan oleh hasil pengamatan, percobaan dan logika, namun sifat sekuler sains ini bukan berarti mengindikasikan bahwa sains tidak mengakui eksistensi tuhan. Para ilmuan bebas menganut suatu agama sefanatik mungkin, akan tetapi sains tidak mengakui satu hukum pun di luar dirinya, artinya sains bebas dari ideologi-ideologi tertentu.

Terkait persoalan ini, maka Hoodbhoy menuduh Nasr dan Sarder telah melakukan pekerjaan yang merugikan sains di negara-negara islam bila mereka menyeru pada “sains islami” yang dimotivasi secara religious, bukan secara kultural. Hoodbhoy berpendapat bahwa hanya ada satu sains yang bersifat universal, tidak ada sains Islam, sains Hindu, sains Kristen, sains Yahudi, dan sains Konghucu, serta sains-sains lain yang ditunggangi ideologi-ideologi tertentu. Jika sains ditunggangi ideologi islam misalnya akan sangat berbahaya, sebab bagaimana mungkin islam yang mengandung kebenaran abadi disandingkan dengan teori sains yang dapat berubah. Pemahaman tentang alam dapat berubah secara drastis sejalan dengan waktu dan sains tentu saja tidak akan sungkan lagi meninggalkan teori lama serta mendukung teori yang baru. (Hoodbhoy, h. 123-124) Jika hal ini terjadi, tentu saja kitab suci (al Quran)  tidak akan dianggap sebagai sesuatu yang maha sakral sebagai petunjuk yang haqiqi, karena telah bertentangan dengan realitas alam semesta.

Sementara itu, Osman Bakar dalam bukunya Tauhid & Sains  pada awal paragraf pendahuluan mengemukakan bahwa buku ini bertujuan untuk menyuguhkan diskusi mendalam tentang hubungan antara agama dan sains. Ide utama yang membentuk sifat dan corak hubungan tersebut adalah doktrin metafisika Keesaan Allah (Tauhid). Inti agama adalah penerimaan doktrin dan pengamalan nyata tauhid dalam semua domain kehidupan dan pemikiran manusia, sehingga penciptaan sains oleh seorang muslim mestilah berkaitan secara signifikan dengan doktrin tauhid. (Bakar, h. 29-30)

Dalam buku ini Osman menolak tegas anggapan bahwa sains islam tidaklah logis dan tidak rasional. Untuk menguatkan argumennya, Osman mengkaji perkembangan logika dan penggunaan metode eksperimen dan kemudian membandingkannya dengan metafora Tuhan sebagai “pembuat jam”, dalam hal ini Osman berusaha menunjukan bahwa observasi dan eksperimen muslim dibentuk atas dasar kesadaran akan eksistensi tuhan. Islamitas atau islami dari sains islam, muncul dari fakta bahwa spirit, kandungan pengetahuan, dan prakteknya ditentukan terutama oleh ajaran Islam, sehingga pada tingkat realitas fisik, kesadaran religious seorang muslim mmempengaruhi sikapnya terhadap realitas dan kajian ilmiahnya terhadap realitas tersebut, sebab dunia fisik tidak memiliki eksistensi yang berdiri sendiri akan tetapi selalu terkait dengan eksistensi tuhan. (Bakar, h. 75)

Terkait islamisasi sains ini, sekelompok muslim kontemporer mempertanyakan legitimasi istilah “ Sains Islam”  dengan berargumen bahwa kaum muslim masa lalu tidak pernah menggunakan istilah “sains islam” ketika mengacu pada sains dalam peradaban islam. Untuk menjawab persoalan ini Osman mengatakan bahwa, muslim masa lalu tidak menggunakan istilah ini disebabkan kebutuhan akan hal ini belum muncul, sehingga penggunakan istilah “sains islam” akan muncul manakala harus melakukan pembedaan yang tegas antara segala sesuatu yang bersifat “islami” dengan yang “non islam”. (Bakar, h. 31)

Terkait masalah metodologi dalam sains islam, Osman mengatakan bahwa berbicara tentang metodologi adalah berbicara tentang cara-cara atau metode-metode yang digunakan manusia untuk bisa memperoleh pengetahuan tentang realitas. (Bakar, h. 87) Apa yang dikemukakan Osman ini tentu saja mengindikasikan bahwa seorang ilmuan memiliki keterkaitan yang erat dengan objek kajiannya, objektivitas adalah bukan sekedar cara observasi empiris yang bebas nilai, akan tetapi harus memiliki pijakan dalam sains terutama yang berhubungan dengan realitas tertinggi (Tauhid), bukan sebagaimana yang terjadi pada sains modern.

Dengan demikian, maka sains menurut Osman tidaklah bebas nilai dan juga tidak sepenuhnya universal. (Bakar, h. 37)Apa yang dikemukakan Osman ini nampaknya berbeda dengan apa yang dikemukakan Hoodbhoy. Lebih lanjut Osman kemudian mengatakan bahwa secara praktis setiap aspek sains islam dibentuk diwarnai oleh keyakinan dan sistem nilai islam. Sistem nilai ini tentu tidak hanya berlaku bagi sains islam, akan tetapi berlaku juga pada peradaban lainnya, termasuk juga sains Barat Modern. 

Untuk membuktikan dimensi ganda sains ini, Osman mengemukakan bahwa, fakta historis menunjukan tidak ada satu budaya atau peradaban tertentu yang sepenuhnya mewarisi tradisi ilmiah dari para pendahulunya, apalagi seluruhnya. Setiap budaya atau peradaban tentu akan selektif mewarisi tradisi ilmiah dari pendahulunya dengan mengambil elemen-elemen yang sesuai dengan tata nilai budayanya. Demikian pula dengan islam, tentu akan secara selektif mewarisi peradaban Yunani, Cina, Persia, dan India. Demikian juga halnya dengan tradisi ilmiah yang dikembangkan sains modern, akan selektif mewarisi tradisi ilmiah peradaban islam. (Bakar, h. 38)

Penutup

Apa yang dianggap sebagai peradaban modern (sains modern) saat ini merupakan sumbangan terbesar yang telah diberikan oleh peradaban islam. Namun kesalahan terbesar yang dilakukan islam adalah ketidakmampuanya mengembangkan tradisi sains tersebut, sehingga sampai saat ini terpuruk di tengah-tengah kemajuan sains modern.

Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan sikap a priority complex di kalangan kaum muslim dengan melakukan justifikasi terhadap perkembangan ilmiah dewasa ini, sehingga muncul istilah “sains islam”. Istilah inipun kemudian memunculkan diskusi panjang.

Penggunaan istilah “sains islam” ini dengan getol dikampanyekan Osman Bakar dalam bukunya Tauhid & Sains, sementara itu di lain pihak justru Pervez Hoodbhoy menolak penggunaan istilah “sains islam” tersebut, sebab sains dinilai sebagai sesuatu yang bersifat universal dan bebas nilai. 

Sebagai penutup tulisan ini dapat disimpulkan bahwa Osman Bakar dan Pervez Hoodbhoy bersebrangan pemikiran terkait penggunaan istilah “Sains Islam”, namun tidak ada distorsi pemikiran yang signifikan dalam hal pandangan islam terhadap sains dan perkembangannya. 

Daftar Pustaka

Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains menurut alQuran”,( Bandung : Mizan), 1996
M. Quraish Shihab, Membumikan al Quran, (Bandung : Mizan), 2003
Pervez Hoodbhoy,“ Ikhtiar Menegakkan Rasionalitas antara Sains dan Ortodoksi Islam”, (Bandung: Mizan), 1996
Osman Bakar , " Tauhid dan Sains “ (Bandung: Pustaka Hidayah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar